KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas kehendak-Nyalah
makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Penulisan
makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Akuntansi Keuangan
Lanjutan dengan pembahasan “Transaksi
Antar Perusahaan - Aset”. Selain itu, tujuan kami dalam penulisan makalah
ini adalah untuk dapat mengidentifikasi laba / laporan konsolidasi
antarperusahaan dalam hubungan induk - anak.
Dalam
penyelesaian makalah ini, kami banyak
mengalami kesulitan, terutama disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan.
Namun, berkat bimbingan dari berbagai pihak, akhirnya karya tulis ini dapat
diselesaikan, walaupun masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan adanya kritik dan saran yang positif agar makalah ini menjadi
lebih baik dan berguna di masa yang akan datang.
Harapan
kami, mudah - mudahan makalah yang sederhana ini benar - benar dapat memenuhi
tugas yang Ibu berikan, dan bisa berguna bagi pembaca.
Bandar
Lampung, Maret 2013
Penulis
BAB
5
TRANSAKSI
ANTAR PERUSAHAAN - ASET
I. LABA ANTARPERUSAHAAN
Laporan Konsolidasi memandang
seluruh entitas dalam hubungan induk-anak sebagai satu, sehingga setiap
transaksi antar perusahaan harus di eliminasi. Jual-beli antarperuusahaan
merupakan salah satu transaksi yang harus dieliminasi dalam kerta kerja konsolidasi.
Dalam sudut pandang konsolidasi, jual-beli antarperusahaan dipandang sebagai
transfer atau pindah tangan saja. Prinsip “arms
length transaction” juga harus diterapkan dalam transaksi antara entitas
induk dan anak. Dengan prinsip ini apabila entitas induk menjual barang dagang
kepada entitas anak atau sebaliknya, harga jual antara induk – anak harus sama
dengan harga jual kepada pihak eksternal. Untuk kepentingan penyusunan laporan
konsolidasi yang menganggap induk – anak adalah satu, maka laba yg terjadi saat
penjualan dianggap laba diri sendiri sehingga harus di eliminasi.
Laba antarperusahaan atas aset tetap yang memiliki umur
tidak terbatas hanya akan terealisasi apabila aset tetap tersebut telah
berpindah tangan ke pihak ke-3 yang biasanya terjadi melalui proses penjualan.
Laba antarperusahaan atas aset tetap yang memiliki umur terbatas dapat
terealisasi dengan dua cara yaitu :
a. Pindah tangan kepihak eksternal
(biasanya melalui proses penjualan).
b. Masa pemakaian atau umur ekonomis
aset tetap tersebut telah habis. Laba antarperusahaan akan terealisasi selama
terdapat aset entitas induk atau anak yang berasal dari transaksi
antarperusahaan. Apabila aset tersebut sudah tidak lagi dimiliki pihak pembeli,
laba antarperusahaan sudah terealisasi. Aset tetap yang sudah habis masa
pakainya secara akuntansi sudah bernilai nol, sekalipun secara fisik aset
tersebut masih ada. Apabila nilai buku aset tersebut telah nol, itu berartinya
aset tersebut sudah tidak terdapat lagi dalam hubungan induk – anak melalui
proses alamiah (penyusutan), sehingga laba perusahaan juga sudah terealisasi
secara alamiah.
Contoh :
Terjadi
jual beli aset tetap perusahaan dengan laba penjualan sebesar Rp. 50.000.000,-
Aset tetap tersebut berumur 10 tahun dan tidak dijual hingga habis umur
ekonomisnya. Apabila jual beli aset tersebut dilakukan pada akhir tahun,
penundaan dan realisasi laba antarperusahaan ditunjukan seperti :
Dan jika jual beli aset dilakukan pada awal tahun,
realisasi laba antarperusahaan sudah direalisasi pada tahun pertama :
II. LABA
ANTARPERUSAHAAN & PENDAPATAN INVESTASI
Laba antarperusahaan tidak diakui
untuk kepentingan penyusunan laporan konsolidasi, sehingga harus dieliminasi. Pendapatan
investasi menurut metode ekuitas berasal dari laba entitas anak. Kesalahan
dalam perhitungan laba entitas anak akan menyebabkan entitas induk melakukan
kesalahan dalam pencatatan pendapatan investasi yang memerlukan koreksi. Laba
antarperusahaan menyebabkan laba tercatat berlebih sehingga pendapatan
investasi juga dicatat terlalu besar dan harus dikoreksi sebagai berikut :
Pendapatan Investasi xxx
Investasi dalam Saham xxx
Apabila pada tahun berikutnya laba
antarperusahaan terealisasi karena pihak pembeli dalam hubungan induk-anak
telah menjual aset tersebut kepada pihak eksternal, maka laba yang telah
ditunda pada tahun lalu direalisasi. Entitas induk harus mengembalikan nilai
investasi yang telah dikurangi pada tahun lalu dengan jurnal penyesuaian
(adjustment) berikut :
Investasi dalam saham biasa xxx
Pendapatan Investasi xxx
Dampak laba antarperusahaan terhadap pendapatan investasi
dan nilai investasi secara detail dijelaskan sebagai berikut :
a.
Pendapatan investasi dan nilai investasi dalam saham
berkurang
-
Bila terdapat persediaan akhir yang berasal dari
transaksi antarperusahaan
-
Keuntungan penjualan aset tetap antarperusahaan
tahun berjalan baik yang memiliki umur ekonomis maupun tidak memiliki umur
ekonomis.
b.
Pendapatan investasi dan nilai investasi bertambah
-
Bila terdapat persediaan awal antarperusahaan
(penjualan tahun berjalan berasal dari persediaan awal)
-
Pada saat penjualan aset antarperusahaan yang tidak
memiliki umur ekonomis kepada pihak eksternal.
-
Jika laba antarperusahaan diamortisasi untuk aset
tetap antarperusahaan yang memiliki umur ekonomis.
III. LABA ANTARPERUSAHAAN – PENJUALAN
DOWNSTREAM & UPSTREAM
Koreksi
atas pendapatan investasi harus dilakukan karena laba antarperusahaan jumlahnya
sama dengan dampak laba antarperusahaan terhadap pendapatan investas. Dampak
laba antarperusahaan atas pendapatan investasi berbeda antara penjualan
downstream dan penjualan upstream.
Laba antarperusahaan atas
penjualan downstream menyebabkan entitas induk memiliki laba laba atas aset
antarperusahaan milik entitas anak. Misalkan PT. Indira memiliki 90% saham
biasa PT. Andika. Pada tahun 2012, PT. Andika mengumumkan laba sebesar Rp. 200.000.000,-
dan terjadi penjualan antarperusahaan – downstream yang menghasilkan laba
antarperusahaan atas aset sebesar Rp. 40.000.000,-. Hingga tanggal laporan
konsolidasi, aset tersebut masih dimiliki pihak pembeli (PT. Andika).
Laba entitas induk sebesar Rp.
40.000.000,- dalam penjualan downstream ini memerlukan koreksi karena aset
antarperusahaan masih berada diperusahaan anak pada tanggal laporan
konsolidasi. Laba antarperusahaan ini seluruhnya dikoreksi dengan
mengurangkannya dari pendapatan investasi karena laba tersebut berasal dari
entitas induk. Jadi, koreksi pendapatan investasi dalam penjualan downstream
merupakan laba antarperusahaan. Jurnal penyesuaian (adjustment) entitas induk
atas laba antarperusahaan ini adalah sebagai berikut :
Pendapatan investasi Rp. 40.000.000,-
Investasi Saham PT. Andika Rp.
40.000.000,-
Laba
antarperusahaan upstream berarti laba tersebut adalah laba entitas anak atas
aset entitas induk. Laba antarperusahaan dari penjualan upstream akan
mempengaruhi pendapatan investasi sebesar persentase kepemilikan entitas induk
atas saham entitas anak, sehingga pendapatan investasi harus dikoreksi
sebesar :
Laba
antarperusahaan x Persentase kepemilikan entitas induk
Dalam
kasus tersebut, bila laba antarperusahaan berasal dari penjualan upstream,
pendapatan investasi dikoreksi sebesar Rp. 36.000.000,- (90% x Rp.
40.000.000,-). Laba entitas anak (sebagai pihak penjual) mempengaruhi
pendapatan investasi 90%, sehingga koreksi laba antarperusahaan yang berasal
dari entitas anak akan mengharuskan entitas induk mengoreksi pendapatan
investasi 90% dari laba antarperusahaan tersebut dengan jurnal sebagai
berikut :
Pendapatan
investasi Rp. 36.000.000,-
Investasi
dalam saham PT. Andika Rp. 36.000.000,-
Dampak
laba antarperusahaan dalam penjualan downstream dan penjualan upstream
diperlihatkan seperti :
IV. TRANSAKSI ANTARPERUSAHAAN – ASET DAN
KERTAS KERJA KONSOLIDASI
A. Transaksi Antarperusahaan – Barang
Dagang dan Aset Tetap
Kertas kerja konsolidasi harus
mengeliminasi setiap transaksi antarperusahaan dan dampaknya sehingga laporan
konsolidasi menggambarakan kesatuan entitas indukdan anak. Transaksi aset
antarperusahaan menyebabkan keterkaitan akun akun laporan keuangan entitas
induk dan akan dalam kertas kersa konsolidasi. Keterkaitan akun akun
antarperusahaan itu didasarkan pada jenis aset. Penjualan barang dagang bagi
pihak penjual menimbulkan akun “penjualan”,
sedangkan bagi pihak pembeli menimbulkan akun “pembelian” jika perusahaan menggunakan metode periodik, dan akun “persediaan” jika perusahaan menggunakan
metode perpetual. Penjualan aset tetap tidak dicatat sebagai penjualan
melainkan dengan pengkreditan akun “aset
tetap”, sedangkan pembelian aset tetap dicatat dengan menimbulkan akun “aset tetap” bagi pihak pembeli. Karena
perbedaan pencatatan transaksi jual beli barang dagang dan aset tetap,
pengeliminasian akun antarperusahaan juga berbeda bagi transaksi jual beli
antar perusahaan atas kedua jenis aset tersebut.
·
Barang
Dagang
Jual beli barang menimbulkan akun “penjualan” bagi pihak penjual.
Sementara itu, penjualan kredit akan memunculkan piutang usaha yang dicatat
dengan jurnal sebagai berikut :
Piutang Usaha xxx
Penjualan xxx
Apabila perusahaan menggunakan
metode perpetual, maka arus keluar persediaan dicatat sebagai berikut :
Hpp xxx
Persediaan
xxx
Sedangkan dari sisi pembeli, jual
beli barang dagang memunculkan akun pembelian yang dicatat dengan metode
periodic sebagai berikut :
Pembelian xxx
Utang
Usaha xxx
Apabila perusahaan menggunakan
metode perpetual, pencatatannya adalah sebagai berikut :
Persediaan xxx
Utang
Usaha xxx
Transaksi
jual beli antarpersahaan menyebabkan keterkaitan akun akun perusahaan dalam
hubungan induk-anak :
1.
Akun “penjualan” dan akun “pembelian (jika diterapkan metode
periodik)” atau “HPP (jika diterapkan
metode perpetual)”
2.
Akun “Utang usaha” dan akun “Piutang” atas penjualan – pembelian yang
belum dilunasi.
3.
Laba antarperusahaan
dan persediaan. Laba antarperusahaan atas persediaan pada akhir tahun
dieliminasi dengan mengurangi nilai persediaan pada harga pokoknya. Laba
penjualan akan mengecil jika HPP bertambah, sehingga laba penjualan dieliminasi
dengan mendebet HPP.
Jurnal
eliminasinya adalah sebagai berikut :
HPP xxx
Persediaan xxx
·
Aset Tetap
Pihak yang
melakukan penjualan aset akan mengkredit “aset”
dan “keuntungan” serta mendebet “kas” atau “piutang” dan “rugi
penjualan” pada saat transaksi penjualan terjadi. Pihak pembeli akan
mendebet “aset” dalam pembukuannya
dan mengkredit “kas” atau “utang”.
Transaksi
jual beli aset antarperusahaan menyebabkan aset tetap hasil penjualan menjadi
akun hubungan induk-anak. Keuntungan penjualan aset tetap dieliminasi dari
laporan laba-rugi pihak penjual dengan mengurangi nilai aset tetap pada harga
pokoknya.
Aset Tetap yang tidak disusutkan
Contoh :
Terjadi
penjualan downstream tanah antara PT. Indah dengan PT. Andi, yaitu perusahaan anak
yang dikuasai 80%, pada tanggal 1 Maret 2012 dengan harga penjualan Rp.
500.000.000,- dimana harga pokoknya bagi PT. Andi adalah Rp 400.000.000,-.
Pencatatan PT. Indah pada tanggal 1 Maret 2012 adalah ssebagai berikut :
Kas Rp 500.000.000,-
Tanah Rp
400.000.000,-
Keuntungan Rp
100.000.000,-
PT. Andi akan
melakukan pencatatan pada tanggal 1 Maret 2012 sebagai berikut:
Tanah Rp
500.000.000,-
Kas Rp
500.000.000,-
Laporan
keuangan individu PT. Andi yang berakhir 31 Desember 2012 mencatat tanah
senilai Rp 500.000.000,- sedangkan dalam laporan keuangan PT. Indah terdapat
keuntungan sebesar Rp 100.000.000,- Kertas kerja konsolidasi harus mengeliminasi
keuntungan sebesar Rp 100.000.000,- tersebut dengan mengurangi nilai tanah
menjadi sebesar harga pokoknya bagi pihak penjual, yaitu dengan jurnal
eliminasi sebagai berikut :
Keuntungan Rp 100.000.000,-
Tanah Rp 100.000.000,-
Aset Tetap yang
Memiliki Umur Ekonomis
Aset yang
memiliki umur ekonomi akan mengalami penyusutan, sehingga dalam jangka panjang
waktu tertentu nilai bukunya akan menjadi nol atau terhapus dari neraca
sekalipun aset tersebut tidak dijual. Jadi, transaksi aset antarperusahaan yang
memiliki umur ekonomis hanya akan mempengaruhi kertas kerja konsolidasi
maksimum selama umur ekonomis aset tersebut, jika tidak dijual kepada pihak
eksternal sebelum umur ekonomisnya habis.
Contoh :
Pada tanggal
1 Juli 2013 terjadi transaksi penjulaan downstream atas peralatan seharga Rp
600.000.000,- antara PT. Impal dan PT. Abia, yaitu perusahaan anak yang
sahamnya dikuasai 90% oleh PT. Impal, dimana harga pokoknya bagi pihak penjual
adalah Rp 450.000.000,- .
Aset tetap
tersebut masih memiliki umur ekonomis 6 tahun, dan disusutkan dengan metode
garis lurus. Dalam penyusutan kertas kerja konsolidasi per 31 Desember 2013,
eliminasi dilakukan sebagai berikut :
Keuntungan Rp
150.000.000,-
Peralatan Rp 150.000.000,-
Keuntungan
penjualan sebesar Rp 150.000.000,- yang melekat dalam peralatan pada neraca
pihak pembeli menyebabkan penyusutan per tahun tercatat terlalu besar Rp
150.000.000,- / 6 tahun = Rp 25.000.000,- atas transaksi aset antarperusahaan tersebut. Karna konsolidasi memandang
transaksi aset antarperusahaan sebagai transfer aset, maka harus dilakukan
koreksi penyusutan sebesar Rp 25.000.000,- per tahun. Jadi kertas kerja
konsolidasi harus mengurangi akumulasi penyusutan Rp 25.000.000,-/tahun. Untuk tahun 2013, koreksi akumulasi penyusutan Rp 12.500.000,- untuk setengah tahun karena transaksi jual-beli dilakukan pada
pertengahan tahun dengan jurnal :
Akumulasi penyusutan Rp 12.500.000,-
Beban penyusutan
Rp 12.500.000,-
Dalam
penyusunan kertas kerja per 31 Desember 2014, beban penyusutan harus dikoreksi
satu tahun penuh sebesar Rp 25.000.000,- dengan juranl :
Akumulasi penyusutan Rp 25.000.000,-
Beban penyusutan Rp 25.000.000,-
Selain
koreksi beban penyusutan, kertas kerja tahun 2014 juga harus mengoreksi laba
antarperusahaan yang terdapat dalam peralatan. Laba antarperusahaan telah
teramortisasi sebesar Rp 12.500.000,- pada tahun lalu, sehingga laba
antarperusahaan kini bersaldo Rp 137.500.000,- .
Laba
antarperusahaan yang ditunda ini menyebabkan catatan investasi entitas induk
lebih kecil, sehingga harus dikoreksi pada nilai peralatan pada jurnal :
Investasi dalam saham Rp 137.500.000,-
Akumulasi penyusutan Rp
12.500.000,-
Peralatan Rp 150.000.000,-
Pada tahun –
tahun berikutnya, laba antarperusahaan akan terus diamortisasi hingga mencapai
nol ketika umur ekonomisnya habis, seperti tabel diatas. Jurnal eliminasi pada kertas
kerja per 31 Desember 2016 adalah :
Akumulasi penyusutan Rp 25.000.000,-
Beban penyusutan Rp 25.000.000,-
Investasi
dalam saham Rp 87.500.000,-
Akumulasi penyusutan Rp 62.500.000,-
Peralatan Rp 150.000.000,-
V.
PENYUSUNAN KERTAS KERJA KONSOLIDASI
Untuk
mendapatkan gambaran menyeluruh mengenai dampak transaksi antarperusahaan,
berikut ini disajikan contoh aplikasi transaksi antarperusahaan dalam penjualan
downstream dan upstream atas barang dagang serta aset tetap.
Sebagai
contoh, PT Lucia mengakuisisi 90% saham PT Angelica pada tanggal 31 Desember
2012. Kekayaan PT Angelica pada tanggal tersebut:
Modal Saham Rp 400.000.000.000,-
Agio Saham Rp
100.000.000.000,-
Laba Ditahan Rp 80.000.000.000,-
Total kekayaan
pemegang saham Rp 580.000.000.000,-
Akuisisi dilakukan dengan total harga perolehan Rp 531.000.000.000,-
atas 90% dari harga yang wajar. Selsih harga perolehan dan nilai buku
disebabkan oleh goodwill. Penurunan nilai (impairment)
goodwill terjadi 20% pada tahun 2014.
Hubungan
induk-anak antara PT. Lucia dan PT. Angelica terjadi sejak tangggal 31 Desember
2012. Harga akuisisi yang wajar atas kekayaan PT. Angelica adalah Rp
531.000.000.000,- / 90%, yakni Rp 590.000.000.000,- . Harga akuisisi tersebut
menimbulkan Goodwill sebesar Rp 10.000.000.000,- yang dialokasikan ke entitas
induk 90% atau Rp 9.000.000.000,- . Nilai buku yang diperoleh pada tanggal
akuisisi sebesar persentase kepemilikan yakni 90% x Rp 580.000.000.000,- = Rp
522.000.000.000,-
Penurunan
nilai Goodwill baru terjadi pada tahun 2014 sebesar 20% atau Rp 2.000.000.000,-
yang dialokasikan ke entitas induk Rp 1.800.000.000,- .
Pendapatan
investasi PT. Lucia tahun 2014 dipengaruhi oleh Goodwill yang diimpair Rp
2.000.000.000,- serta laba
antarperusahaan dalam persediaan awal dan akhir atas penjualan downstream,
keuntungan penjualan tanah upstream, dan realisasi laba antarperusahaan atas
peralatan yang transaksinya terjadi pada tahun lalu.
Laba
perusahaan yang ditangguhkan terdapat dalam persediaan akhir, tanah dan
peralatan, tetapi laba antarperusahaan dalam peralatan telah teramortisasi 2
tahun sehingga nilainya berkurang karena telah terealisasi. Nilai investasi PT.
Lucia dalam saham PT. Angelica per 31 Desember 2014 :
Akun & transaksi eliminasi :
Ø
Investasi
§
Akun
investasi dielimiasi dengan ekuitas entitas anak
§
Jika
kepemilikan pada entitas anak tidak 100% akan muncul kepentingan nonpengendali
§
Perbedaan
nilai wajar dan nilai buku harus diperhitungkan dalam konsolidasi (nilai wajar
yang dikonsolidasi)
§
Goodwill
muncul jika nilai perolehan tidak sama dengan nilai wajar
Ø
Akun =>
Utang – Piutangyang muncul antara anak dan induk harus dieliminasi
Ø
Transaksi =>
Transaksi yang boleh diakui adalah transaksi kepada pihak ketiga, transaksi
anak dan induk harus dieliminasi
Ø
Persediaan
§
Penjualan dan
harga pokok penjualan
§
Jika barang
belum terjual makalaba yang belum direalisasi harus
dikurangkan dari nilai inventory dan mempengaruhi laba yang telah diakui.
Ø
Aset tetap
§
Pada tahun
terjadi transaksi tidak boleh diakui keuntungan/kerugian dari transaksi
tersebut
§
Laba yang ada
dalam aset tersebut harus dieliminasi
§
Nilai
penyusutan => disesuaikan
Ø
Obligasi
§
Obligasi
hanya boleh diakui sebesar obligasi pada pihak eksternal.
§
Pendapatan /
beban bunga harus dieliminasi
Jurnal
eliminasi dibuat sebagai berikut :
1.
Eliminasi
atas pendapatan investasi (induk) dan laba yang dibagi anak
Pendapatan investasi 78.600.000.000
Dividen 72.000.000.000
Investasi dalam saham 6.600.000.000
2.
Alokasi laba
kepentingan nonpengendali. Laba kepentingan nonpengendali dipengaruhi oleh keuntungan
penjualan upstream tanah sebesar Rp 5.000.000.000,- yang harus ditangguhkan,
dan realisasi laba antarperusahaan Rp 1.000.000.000,- dari penjualan upstream tahun lalu. Laba kepentingan nonpengendali adalah :
Jurnal alokasi
laba kepentingan nonpengendali adalah sebagai berikut :
Laba
kepentingan nonpengendali 9.400.000.000
Dividen 8.000.000.000
Kepentingan
nonpengendali 1.400.000.000
3.
Eliminasi
saldo awal. Nilai Investasi per 01/01/2014 adalah Rp 532.700.000.000,- tetapi
nilai ini disesuaikan dengan dampak realisasi laba antarperusahaan dalam
persediaan awal sebesar Rp 10.000.000.000,- pada jurnal eliminasi dan laba
antarperusahaan dalam peralatan sebesar Rp 6.300.000.000,- yang meningkatkan
saldo investasi sehingga nilai investasi yang harus dieliminasi berjumlah
Rp 549.000.000.000,-
Modal Saham 400.000.000.000,-
Agio Saham 100.000.000.000,-
Laba ditahan 100.000.000.000,-
Goodwill 10.000.000.000,-
Investasi
dalam saham biasa
549.000.000.000,-
Kepentingan nonpengendali 61.000.000.000,-
4.
Penurunan
nilai goodwill pada tahun 2014 sebesar Rp 2.000.000.000,-
Beban operasi 2.000.000.000,-
Goodwill 2.000.000.000,-
5.
Penjualan antarperusahaan
sebesar Rp 400.000.000.000,-
Penjualan 400.000.000.000,-
HPP 400.000.000.000,-
6.
Utang-piutang
usaha antarperusahaan sebesar Rp 100.000.000.000,-
Utang usaha 100.000.000.000,-
Piutang usaha 100.000.000.000,-
7.
Realisasi
laba antarperusahaan dalam persediaan awal sebesar Rp 10.000.000.000,- (40% x
Rp 25.000.000.000,-)
Investasi
dalam saham 10.000.000.000,-
HPP 10.000.000.000,-
8.
Pengeliminasian
laba antarperusahaan dalam persediaan akhir sebesar Rp 16.000.000.000,- (40% x Rp
40.000.000.000,-)
HPP 16.000.000.000,-
Persediaan 16.000.000.000,-
9.
Laba
antarperusahaan dalam tanah atas penjualan upstream tahun berjalan sebesar Rp
5.000.000.000,-
Keuntungan
penjualan tanah 5.000.000.000,-
Tanah 5.000.000.000,-
10.
Pengembalian
nilai investasi akibat laba antarperusahaan sebesar Rp 6.300.000.000,-dan
kepentingan nonpengendali Rp 700.000.000,- akibat laba antarperusahaan tahun
lalu atas peralatan sebesar Rp 8.000.000.000,- yang telah terealisasi Rp
1.000.000.000,-
Akumulasi
penyusutan 1.000.000.000,-
Investasi
dalam saham 6.300.000.000,-
Kepentingan
nonpengendali 700.000.000,-
Peralatan 8.000.000.000,-
11. Amortisasi laba antarperusahaan dalam peralatan sebesar Rp
8.000.000.000,- / 8 tahun
Akumulasi penyusutan 1.000.000.000,-
Beban
penyusutan 1.000.000.000,-
No comments:
Post a Comment