Thursday 4 June 2015

Persediaan (PSAK 14)



PSAK 14 – Persediaan

SIFAT PERSEDIAAN
Istilah persediaan didefinisikan dalam PSAK 14 (paragraf 7) sebagai aset yang:
  1. Dimiliki untuk dijual dalam kegiatan usaha normal
  2. Dalam proses produksi untuk dijual
  3. Dalam bentuk bahan atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa
Persediaan perusahaan dagang terdiri atas barang yang diperoleh untuk dijual kembali, sedangkan dalam perusahaan manufaktur, persediaannya terdiri dari barang jadi, pekerjaan dalam proses, bahan baku dan perlengkapan pabrik. Persediaan merupakan aset lancar. Aset tidak lancar tidak diperlakukan sebagai bagian dari persediaan.

PENGUKURAN
PSAK 14 mengatur bahwa persediaan harus diukur berdasarkan biaya atau nilai realisasi neto, mana yang lebih rendah (paragraf 8). Dengan demikian, dalam menentukan persediaan, baik biaya maupun nilai realisasi neto harus ditentukan terlebih dahulu. Setelah dibuat perbandingan, nilai terendah dari keduanya digunakan sebagai nilai persediaan.

RUMUS BIAYA
  1. Rumus FIFO, Metode FIFO mengalokasikan biaya untuk barang terjual dan persediaan dengan asumsi  bahwa barang terjual dengan urutan serupa ketika dibeli, sehingga barang yang pertama kali dibeli akan lebih dulu dijual. Asumsi yang mendasari FIFO sesuai dengan realitas karena sebagian besar entitas tidak menjual persediaan lama mereka lebih dulu. Rumus FIFO sistematis dan mudah digunakan, serta tidak memungkinkan adanya manipulasi pendapatan. Kelebihan lain FIFO adalah bahwa persediaan dalam laporan posisi keuangan akan disajikan pada biaya kini. Sedangkan kelemahan mendasar FIFO adalah harga lama diberikan untuk HPP yang kemudian dicocokkan dengan pendapatan penjualan harga kini, sehingga dapat menimbulkan penyimpangan pengukuran laba bruto
  2. Rumus biaya rata-rata tertimbang, Metode biaya rata-rata tertimbang didasarkan pada asumsi bahwa seluruh barang tercampur sehingga mustahil untuk menentukan barang mana yang terjual dan barang mana yang tertahan di persediaan. Harga persediaan ditetapkan berdasarkan harga rata-rata yang dibayarkan untuk barang tersebut, yang ditimbang menurut jumlah yang dibeli.
NILAI TERENDAH DARI BIAYA DAN NILAI REALISASI NETO
Dasar pengukuran nilai terendah dari biaya dan nilai realisasi neto sebagaimana disyaratkan oleh PSAK 14 konsisten dengan uji penurunan nilai untuk memastikan bahwa aset tidak dilaporkan berlebih dari jumlah yang diperkirakan dipulihkan dalam tanggal pelaporan.
Pada umumnya, persediaan diperkirakan direalisasi pada suatu jumlah yang lebih besar dari biaya guna menghasilkan laba. Namun terkadang, nilai realisasi neto persediaan lebih rendah daripada biaya.
PSAK 14 mengatur bahwa perbandingan antara biaya dengan nilai realisasi neto dan penurunan nilai persediaan dengan nilai realisasi neto harus dilakukan berdasarkan item by item, atau kelompok pos serupa (paragraf 27).

PERSYARATAN PENGUNGKAPAN
PSAK 14 mensyaratkan pengungkapan hal-hal berikut (paragraf 34):
  1. Kebijakan akuntansi yang diterapkan dalam penilaian persediaan, termasuk rumus biaya yang digunakan (misalnya FIFO).
  2. Jumlah nilai tercatat dari persediaan; (PSAK 1 mensyaratkan bahwa persediaan ditunjukkan sebagai pos terpisah dalam kelompok aset lancar dalam laporan posisi keuangan)
  3. Nilai tercatat dari subklasifikasi persediaan. Subklasifikasi ini lazimnya disajikan dalam Catatan Atas Laporan Keuangan
  4. Nilai tercatat dari persediaanyang dicatat pada nilai wajar dikurangi biaya penjualan, terutama untuk pialang komoditas dan produsen hasil pertanian primer.
  5. Jumlah ‘harga pokok penjualan’ (untuk entitas yang perhitungan laba ruginya mengungkapkan analisis beban menggunakan fungsi beban, HPP disajikan secara langsung sebagai pos tersendiri. Untuk entitas yang perhitungan laba ruginya menggunakan metode sifat beban, HPP disajikan secara tidak langsung melalui serangkaian pos, seperti bahan baku dan barang konsumsi digunakan, biaya tenaga kerja, dan biaya operasi lainnya, bersama dengan perubahan persediaan barang jadi dan pekerjaan dalam proses).
  6. Jumlah pemulihan dan keadaan atau peristiwa yang menyebabkan pemulihan, bila persediaan yang sebelumnya nilainya diturunkan disajikan ulang pada nilai tercatat baru sesuai dengan ketentuan paragraf 34 entitas juga harus menjelaskan kondisi dan peristiwa penyebab terjadinya pemulihan nilai persediaan yang diturunkan nilainya.
  7. Nilai tercatat persediaan yang diperuntukkansebagai jaminan liabilitas  

Tuesday 2 June 2015

Persediaan (Inventory)



AKUNTANSI PERSEDIAAN

A. Pengertian umum
  • Persediaan (Inventory), merupakan aktiva perusahaan yang menempati posisi yang cukup penting dalam suatu perusahaan, baik itu perusahaan dagang maupun perusahaan industri (manufaktur), apalagi perusahaan yang bergerak dibidang konstruksi, hampir 50% dana perusahaan akan tertanam dalam persediaan yaitu untuk membeli bahan-bahan bangunan.
  • Persediaan adalah pos-pos aktiva yang dimiliki oleh perusahaan untuk dijual dalam operasi bisnis normal, atau barang yang akan digunakan atau dikonsumsi dalam membuat barang yang akan dijual.
Berdasarkan pengertian di atas maka perusahaan jasa tidak memiliki persediaan, perusahaan dagang hanya memiliki persediaan barang dagang sedang perusahaan industri memiliki 3 jenis persediaan yaitu persediaan bahan baku, persediaan barang dalam proses dan persediaan barang jadi (siap untuk dijual).
Dalam laporan keuangan, persediaan merupakan hal yang sangat penting karena baik laporan Rugi/Laba maupun Neraca tidak akan dapat disusun tanpa mengetahui nilai persediaan. Kesalahan dalam penilaian persediaan akan langsung berakibat kesalahan dalam laporan Rugi/Laba maupun neraca.
Dalam perhitungan Rugi/Laba nilai persediaan (awal & akhir) mempengaruhi besarnya Harga Pokok Penjualan (HPP).
HPP = PERSEDIAAN AWAL+ PEMBELIAN BERSIH – PERSEDIAAN AKHIR
a. Inventory perusahaan dagang

Persediaan merupakan barang-barang yang dibeli oleh perusahaan dengan tujuan untuk dijual kembali dengan tanpa mengubah bentuk dan kualitas barang, atau dapat dikatakan tidak ada proses produksi sejak barang dibeli sampai dijual kembali oleh perusahaan.

b. Inventory perusahaan industry

Pengertian persediaan untuk perusahaan industri adalah barang-barang atau bahan yang dibeli oleh perusahaan dengan tujuan untuk diproses lebih lanjut menjadi barang jadi atau setengah jadi atau mungkin menjadi bahan baku bagi perusahaan lain, hal ini tergantung dari jenis dan proses usaha utama perusahaan.
Misalnya : Perusahaan industri permintaan kapas, bahan bakunya adalah kapas dari petani atau perkebunan, diolah menjadi benang, benang merupakan barang jadi baginya. Sedangkan perusahaan industri kain bahan bakunya adalah benang yang diolah menjadi kain sebagai barang jadi, dan perusahaan industri pakaian jadi membutuhkan bahan baku kain dan seterusnya.
Dengan gambaran diatas maka persediaan untuk perusahaan-perusahaan manufaktur pada umumnya mempunyai tiga jenis persediaan yaitu:
  1. Bahan baku (direct material)
  2. Barang dalam proses ( Work in proses)
  3. Barang jadi (Finished goods)

B. Jenis-jenis persediaan
a. Bahan baku
Barang persediaan milik perusahaan yang akan diolah lagi melalui proses produksi, sehingga akan menjadi barang setengah jadi atau barang jadi sesuai dengan kegiatan perusahaan. Besarnya persediaan bahan baku dipengaruhi oleh perkiraan produksi, sifat musiman produksi, dapat diandalkannya pihak Pemasok serta tingkat efisiensi penjadualan pembelian dan kegiatan produksi.
b. Barang dalam proses
Adalah barang yang masih memerlukan proses produksi untuk menjadi barang jadi, sehingga persediaan barang dalam proses sangat dipengaruhi oleh lamanya produksi, yaitu waktu yang dibutuhkan sejak saat bahan baku masuk keproses produksi sampai dengan saat penyelesaian barang jadi. Perputaran persediaan bisa ditingkatkan dengan jalan memperpendek lamanya produksi. Dalam rangka memperpendek waktu produksi salah satu cara adalah dengan menyempurnakan tekhnik-tekhnik rekayasa, sehingga dengan demikian proses pengolahan bisa dipercepat. Cara laian adalah dengan membeli bahan-bahan dan bukan membuatnya sendiri.
c. Barang jadi
Adalah barang hasil proses produksi dalam bentuk final sehingga dapat segera dijual, pada persediaan ini besar kecilnya persediaan barang jadi sebenarnya merupakan masalah koordinasi produksi dan penjualan. Manajer keuangan dapat merangsang peningkatan penjualan dengan cara mengubah persyaratan kredit atau dengan memberikan kredit untuk resiko yang kecil (marginal risk). Tetapi tidak peduli apakah barang-barang tercatat sebagai persediaan atau sebagai piutang dagang, manajer keuangan harus tetap membiayainya. Sebenarnya perusahaan lebih suka menjualnya (dan tercatat sebagai piutang dagang), karena dengan demikian untuk menuju realisasi kas tinggal satu langkah saja. Dan laba potensial dapat menutup tambahan resiko penagihan piutang.
Dari uraian tersebut dapat kita artikan bahwa dalam proses akuntansi persediaan, persediaan memerlukan adanya penilaian (valuation), karena persediaan merupakan bagian dari cost yang akan dimatch dengan revenue, dan akan menghasilkan income dan penyajian laporan arus kas.
Dengan melihat sifat-sifat dasar persediaan dalam hubungannya dengan kegiatan perusahaan dan tujuan serta konsep dasar akuntansi, maka persediaan merupakan input values. Metode tersebut merupakan salah astu konsep penilaian terhadap inventory yang akan menjadi dasar dalam penyajian di neraca.
Penekanan pembahasan tujuan teori akuntansi terhadap inventory, adalah menentukan alternative pedoman untuk mengevaluasi prosedur yang dapat memberikan penilaian (pengukuran) yang lebih baik dan memberikan informasi yang lebih baik tentang arus kas perusahaan dikemudian hari. Beberapa dasar pengukuran inventory dari segi kadar interpretasi dan revaluasi bagi pengambil keputusan investasi.

C. Tujuan penilaian inventory
Pertama adalah dalam upayanya untuk mematch cost terhadap revenue yang berkaitan, sehingga dihasilkan income, proses ini merupakan tujuan dasar akuntansi tradisional. Penekanan pada perhitungan net income yang didasarkan kepada revenue pada saat penjualan memerlukan adanya alokasi biaya ke peiode dimana revenue dilaporkan yaitu cost of goods sold. Sedangkan nilai inventory yang belum terjual akan dibawa ke periode berikutnya dalam laporan keuangan perusahaan. Jadi dalam proses pengukuran income sangat mirip dengan ciri-ciri umum pada penilaian prepaid expense dan aktiva tetap atau disebut penangguhan expenses, yaitu atas dasar input prices, kemudian untuk menentukan nilai cost of goods sold dapat juga dilakukan melalui perhitungan (rumus) yang lazim digunakan dalam persediaan. Namun demikian dalam keadaan tertentu persediaan dinilai berdasarkan output values (harga jual) untuk memperoleh penilaian income.
Tujuan kedua pengukuran inventory lainnya adalah untuk menyajikan nilai barang-barang perusahaan didalam komponen neraca (laporan keuangan).
Tujuan ketiga pengukuran inventory adalah membantu investor untuk memprediksi arus kas dikemudian hari, yaitu dipandang dari jumlah inventory sebagai resources yang akan mendukung arus kas dan jumlah inventory yang akan dijual kemudian hari dan akan mempengaruhi arus kas keluar.


D. Penentuan Kuantitas Persediaan

Untuk menentukan jumlah barang yang masih dikuasai oleh perusahaan pada suatu saat dapat ditentukan melalui beberapa cara yaitu:
  1. Stock opname: perhitungan barang pada awal dan akhir periode yang dihitung, cara ini merupakan ketentuan yang harus dilakukan oleh manajemen untuk menentukan jumlah persediaan akhir, sebagai salah satu persyaratan memperoleh unqualified opinion.
  2. Menggunakan metode pencatatan perpetual.
  3. Menggunakan metode gabungan antara metode pencatatan perpetual dengan stock opname.
  4. Menggunakan metode penilaian berdasarkan hubungan agregatif, yaitu gross profit method dan realized inventory method.
Penyajian laporan laba rugi dapat dibuat dalam dua bentuk, yaitu all inclusive concept of income (AICI) dan current operating concept of income (COCI). Dari kedua metode tersebut metode penyajian yang banyak mengandung kelemahan untuk penyajian persediaan adalah AICI, kelemahan-kelemahan tersebut dapat kita lihat sbb:
a.  Metode stock opname atau periodic method:
Persediaan yang merupakan komponen cost of goods sold (CGS) maka perhitungan kuantitas persediaan yang dilakukan dengan stock opname tergantung dari kelengkapan data/catatan dan perhitungan barang. Dengan cara ini perhitungan persediaan yang dibebankan pada CGS ada kemungkinan overstatement, karena hanya membandingkan dan menghitung jumlah barang yang dimiliki dikurangi dengan persediaan akhir. Sehingga kalau terjadi adanya barang yang hilang, rusak, menguap, turun kualitasnya dsb, maka hal ini bila tidak terungkap akan menyebabkan laporan laba – rugi tidak atau kurang informative. Karena adanya kerugian-kerugian yang seharusnya diperlukan sebagai kerugian extraordinary item, kemudian dengan perhitungan stock opname secara berkala tidaklah cukup sebagai dasar pembuatan keputusan yang bersifat manajerial secara cepat.
b.  Metode perpetual
Dalam metode perpetual ini terdapat kelemahan pada saat menentukan nilai dan jumlah barang, karena dengan metode pencatatan yang kontinyu ini berarti saldo persediaan setiap saat dapat diketahui, namun perlu diperhatikan bahwa dengan hanya menghitung jumlah barang bedasarkan catatan akan mengakibatkan nilai persediaan overstatement, karena adanya persediaan yang rusak dsb. Oleh karena itu yang lebih tepat dalam menentukan jumlah inventory adalah kalau menggunakan metode gabungan antara metode perpetual dengan stock opname.
c.       Metode agregatif
Dalam metode ini kesulitannya sama dengan kesulitan yang dialami metode perpetual, kalau dalam hal pembahasannya adalah masalah penentuan harga persediaan. Dalam metode ini juga lebih tepat kalau penentuan jumlah dan nilai persediaan dikombinasi dengan stock opname.
E. Dasar penilaian persediaan
Penilaian persediaan pada prinsipnya ada dua yaitu input values dan output values, sedangkan kedua konsep tersebut dapat digunakan sesuai dengan siapa pemakainya dan tujuannya. Kalau untuk pembuatan prediksi arus kas dikemudian hari lebih relevan kalau digunakan output values, karena akan mencerminkan nilai perusahaan pada saat itu. Sedangkan kalau kondisi nilai konversi tidak pasti seperti kondisi di Indonesia tahun 1997 lebih relevan kalau digunakan input values, karena akan memungkinkan interpretasi yang lebih baik sebagai prediksi arus kas dikemudian hari untuk memperoleh persediaan kembali.
a. Output values
Seperti yang telah diuraikan diatas bahwa persediaan merupakan komponen yang timbul diberbagai tingkatan proses produksi, yang pada umumnya memerlukan kegiatan bernilai ekonomis yang cukup besar, maka dengan metode input values lebih tepat. Tetapi dalam keadaan penentuan crucial event, yaitu menentukan pada saat persediaan diserahkan kepada langganan (penentuan nilai jual), maka lebih tepat kalau digunakan metode output values, karena memperhitungkan nilai current persediaan kalau dijual pada saat itu.
Untuk konsep output values ini ada 3 (tiga) konsep yang dapat digunakan yaitu:
Konsep Discounted Money Receipt: konsep ini menekankan pada, bahwa persediaan dapat dinilai dengan mendiskontokan arus kas dikemudian hari, dengan syarat:
  • Nilai atau tingkat harga stabil dan ada kepastian yang tinggi.
  • Timing penerimaan kas yang diharapkan cukup memberikan kepastian.
Current Selling Price: konsep ini menekankan nilai persediaan berdasarkan harga jual (pasar) sehingga diperlukan harga yang fixed, sehingga untuk konsep ini disyaratkan:
  • Adanya suatu pasar yang terkendali dengan harga yang stabil – tetap.
  • Tidak ada komponen biaya tambahan yang besar (material), misalnya biaya bunga atau diskonto dalam penerimaan hasil penjualan.
Net Realizable Values: dalam konsep ini perhitungan biaya yang timbul dari penjualan seperti diskon penjualan harus diperhitungkan dalam nilai penjualan bersih (Net Realizable Values). Maka konsep ini merupakan konsep current output values dikurangi dengan current values dari semua biaya tambahan, misalnya biaya penagihan, biaya penjualan.
Sprouse dan Moonitz menyatakan: “……..Inventory yang siap jual dengan harga yang telah diketahui dan biaya-biaya penjualan yang relative kecil atau biayanya dapat diketahui secara langsung, maka inventory dinilai dengan Net Realizable Values”, mereka menyatakan bahwa konsep ini bukan merupakan penyimpangan prosedur penilaian yang lazim melainkan harus dianggap “…….sejalan dengan tujuan akuntansi yang utama”.

Bulletin no. 43 menyatakan : “Hanya dalam kondisi khususlah, inventory dapat dinyatakan dengan nilai diatas cost”, dalam bulletin ini konsep cost merupakan konsep dasar utama bagi penilaian inventory. Jadi konsep Sprouse dan Moonitz sesuai dengan konsep current selling price diatas. Sedangkan konsep bulletin no. 43 disyaratkan :
  1. Kemungkinan pemasaran secara langsung harga yang di-quote.
  2. Barang dapat dipertukarkan (interchangeability of unit)
  3. Biaya tambahan dapat diperhitungkan
  4. Adanya unsur kesulitan menentukan penilaian cost secara tepat.
b. Input Values
Pengukuran persediaan dengan input values merupakan pengukuran resources yang dipakai untuk memperoleh persediaan pada kondisi saat ini, sehingga untuk persediaan yang tidak perlu adanya proses produksi interpretasi mengenai nilai persediaan (input values) sangat jelas. Karena input values disini menggambarkan arus dari pada kas yang telah dikeluarkan sesungguhnya. Sedangkan kalau input values tersebut dari nilai resources yang dipergunakan dalam proses produksi, hal ini akan lebih menyulitkan untuk menentukan input valuesnya, karena adanya proses penilaian resources ke periode yang bersangkutan dan pengalokasian resources ke dalam masing-masing departemen. Namun konsep ini dapat dikurangi tingkat kesulitan penilaiannya dengan penerapan prosedur alokasi costnya, yang hasilnya akan langsung menjadi investment decision model.
Dengan struktur akuntansi tradisional, selisih input dan output values merupakan gross profit atau gross margin, sehingga semua metode yang menganut konsep input values berarti adanya penangguhan pengakuan revenues dan net income keperiode kemudian. Penundaan ini dapat dibenarkan apabila masih ada kegiatan-kegiatan perusahaan yang harus dilakukan untuk pelaksanaan penjualan atau karena output tidak verifiable.
Konsep input values pada dasarnya dinyatakan dengan historical cost atau dapat juga dengan current cost atau standard cost. Current cost disini menggunakan konsep net realizable values dikurangi dengan normal gross margin dari net realizable values.
COMWIL: merupakan metode penilaian masukan karena istilah “market” pada dasarnya adalah konsep input values.