AKUNTANSI PERSEDIAAN
A.
Pengertian umum
- Persediaan (Inventory),
merupakan aktiva perusahaan yang menempati posisi yang cukup penting dalam
suatu perusahaan, baik itu perusahaan dagang maupun perusahaan industri
(manufaktur), apalagi perusahaan yang bergerak dibidang konstruksi, hampir
50% dana perusahaan akan tertanam dalam persediaan yaitu untuk membeli
bahan-bahan bangunan.
- Persediaan adalah pos-pos
aktiva yang dimiliki oleh perusahaan untuk dijual dalam operasi bisnis
normal, atau barang yang akan digunakan atau dikonsumsi dalam membuat
barang yang akan dijual.
Berdasarkan
pengertian di atas maka perusahaan jasa tidak memiliki persediaan, perusahaan
dagang hanya memiliki persediaan barang dagang sedang perusahaan industri
memiliki 3 jenis persediaan yaitu persediaan bahan baku, persediaan barang
dalam proses dan persediaan barang jadi (siap untuk dijual).
Dalam
laporan keuangan, persediaan merupakan hal yang sangat penting karena baik
laporan Rugi/Laba maupun Neraca tidak akan dapat disusun tanpa mengetahui nilai
persediaan. Kesalahan dalam penilaian persediaan akan langsung berakibat
kesalahan dalam laporan Rugi/Laba maupun neraca.
Dalam
perhitungan Rugi/Laba nilai persediaan (awal & akhir) mempengaruhi besarnya
Harga Pokok Penjualan (HPP).
HPP
= PERSEDIAAN AWAL+ PEMBELIAN BERSIH – PERSEDIAAN AKHIR
a.
Inventory perusahaan dagang
Persediaan merupakan barang-barang
yang dibeli oleh perusahaan dengan tujuan untuk dijual kembali dengan tanpa
mengubah bentuk dan kualitas barang, atau dapat dikatakan tidak ada proses
produksi sejak barang dibeli sampai dijual kembali oleh perusahaan.
b.
Inventory perusahaan industry
Pengertian persediaan untuk
perusahaan industri adalah barang-barang atau bahan yang dibeli oleh perusahaan
dengan tujuan untuk diproses lebih lanjut menjadi barang jadi atau setengah
jadi atau mungkin menjadi bahan baku bagi perusahaan lain, hal ini tergantung
dari jenis dan proses usaha utama perusahaan.
Misalnya
: Perusahaan industri permintaan kapas, bahan bakunya adalah kapas dari petani
atau perkebunan, diolah menjadi benang, benang merupakan barang jadi baginya.
Sedangkan perusahaan industri kain bahan bakunya adalah benang yang diolah
menjadi kain sebagai barang jadi, dan perusahaan industri pakaian jadi
membutuhkan bahan baku kain dan seterusnya.
Dengan
gambaran diatas maka persediaan untuk perusahaan-perusahaan manufaktur pada
umumnya mempunyai tiga jenis persediaan yaitu:
- Bahan baku (direct material)
- Barang dalam proses ( Work in
proses)
- Barang jadi (Finished goods)
B.
Jenis-jenis persediaan
a.
Bahan baku
Barang
persediaan milik perusahaan yang akan diolah lagi melalui proses produksi,
sehingga akan menjadi barang setengah jadi atau barang jadi sesuai dengan
kegiatan perusahaan. Besarnya persediaan bahan baku dipengaruhi oleh perkiraan
produksi, sifat musiman produksi, dapat diandalkannya pihak Pemasok serta
tingkat efisiensi penjadualan pembelian dan kegiatan produksi.
b.
Barang dalam proses
Adalah
barang yang masih memerlukan proses produksi untuk menjadi barang jadi,
sehingga persediaan barang dalam proses sangat dipengaruhi oleh lamanya
produksi, yaitu waktu yang dibutuhkan sejak saat bahan baku masuk keproses
produksi sampai dengan saat penyelesaian barang jadi. Perputaran persediaan
bisa ditingkatkan dengan jalan memperpendek lamanya produksi. Dalam rangka
memperpendek waktu produksi salah satu cara adalah dengan menyempurnakan
tekhnik-tekhnik rekayasa, sehingga dengan demikian proses pengolahan bisa
dipercepat. Cara laian adalah dengan membeli bahan-bahan dan bukan membuatnya
sendiri.
c.
Barang jadi
Adalah
barang hasil proses produksi dalam bentuk final sehingga dapat segera dijual,
pada persediaan ini besar kecilnya persediaan barang jadi sebenarnya merupakan
masalah koordinasi produksi dan penjualan. Manajer keuangan dapat merangsang
peningkatan penjualan dengan cara mengubah persyaratan kredit atau dengan
memberikan kredit untuk resiko yang kecil (marginal risk). Tetapi tidak peduli
apakah barang-barang tercatat sebagai persediaan atau sebagai piutang dagang,
manajer keuangan harus tetap membiayainya. Sebenarnya perusahaan lebih suka
menjualnya (dan tercatat sebagai piutang dagang), karena dengan demikian untuk
menuju realisasi kas tinggal satu langkah saja. Dan laba potensial dapat
menutup tambahan resiko penagihan piutang.
Dari
uraian tersebut dapat kita artikan bahwa dalam proses akuntansi persediaan,
persediaan memerlukan adanya penilaian (valuation), karena persediaan merupakan
bagian dari cost yang akan dimatch dengan revenue, dan akan menghasilkan income
dan penyajian laporan arus kas.
Dengan
melihat sifat-sifat dasar persediaan dalam hubungannya dengan kegiatan
perusahaan dan tujuan serta konsep dasar akuntansi, maka persediaan merupakan
input values. Metode tersebut merupakan salah astu konsep penilaian terhadap
inventory yang akan menjadi dasar dalam penyajian di neraca.
Penekanan
pembahasan tujuan teori akuntansi terhadap inventory, adalah menentukan
alternative pedoman untuk mengevaluasi prosedur yang dapat memberikan penilaian
(pengukuran) yang lebih baik dan memberikan informasi yang lebih baik tentang
arus kas perusahaan dikemudian hari. Beberapa dasar pengukuran inventory dari
segi kadar interpretasi dan revaluasi bagi pengambil keputusan investasi.
C.
Tujuan penilaian inventory
Pertama
adalah dalam upayanya untuk mematch cost terhadap revenue yang berkaitan,
sehingga dihasilkan income, proses ini merupakan tujuan dasar akuntansi
tradisional. Penekanan pada perhitungan net income yang didasarkan kepada
revenue pada saat penjualan memerlukan adanya alokasi biaya ke peiode dimana
revenue dilaporkan yaitu cost of goods sold. Sedangkan nilai inventory yang
belum terjual akan dibawa ke periode berikutnya dalam laporan keuangan
perusahaan. Jadi dalam proses pengukuran income sangat mirip dengan ciri-ciri
umum pada penilaian prepaid expense dan aktiva tetap atau disebut penangguhan
expenses, yaitu atas dasar input prices, kemudian untuk menentukan nilai cost
of goods sold dapat juga dilakukan melalui perhitungan (rumus) yang lazim
digunakan dalam persediaan. Namun demikian dalam keadaan tertentu persediaan
dinilai berdasarkan output values (harga jual) untuk memperoleh penilaian
income.
Tujuan
kedua pengukuran inventory lainnya adalah untuk menyajikan nilai barang-barang
perusahaan didalam komponen neraca (laporan keuangan).
Tujuan
ketiga pengukuran inventory adalah membantu investor untuk memprediksi arus kas
dikemudian hari, yaitu dipandang dari jumlah inventory sebagai resources yang
akan mendukung arus kas dan jumlah inventory yang akan dijual kemudian hari dan
akan mempengaruhi arus kas keluar.
D. Penentuan Kuantitas Persediaan
Untuk
menentukan jumlah barang yang masih dikuasai oleh perusahaan pada suatu saat
dapat ditentukan melalui beberapa cara yaitu:
- Stock opname: perhitungan
barang pada awal dan akhir periode yang dihitung, cara ini merupakan
ketentuan yang harus dilakukan oleh manajemen untuk menentukan jumlah
persediaan akhir, sebagai salah satu persyaratan memperoleh unqualified
opinion.
- Menggunakan metode pencatatan
perpetual.
- Menggunakan metode gabungan
antara metode pencatatan perpetual dengan stock opname.
- Menggunakan metode penilaian
berdasarkan hubungan agregatif, yaitu gross profit method dan realized
inventory method.
Penyajian
laporan laba rugi dapat dibuat dalam dua bentuk, yaitu all inclusive concept of
income (AICI) dan current operating concept of income (COCI). Dari kedua metode
tersebut metode penyajian yang banyak mengandung kelemahan untuk penyajian
persediaan adalah AICI, kelemahan-kelemahan tersebut dapat kita lihat sbb:
a. Metode
stock opname atau periodic method:
Persediaan yang merupakan komponen
cost of goods sold (CGS) maka perhitungan kuantitas persediaan yang dilakukan
dengan stock opname tergantung dari kelengkapan data/catatan dan perhitungan
barang. Dengan cara ini perhitungan persediaan yang dibebankan pada CGS ada
kemungkinan overstatement, karena hanya membandingkan dan menghitung jumlah
barang yang dimiliki dikurangi dengan persediaan akhir. Sehingga kalau terjadi
adanya barang yang hilang, rusak, menguap, turun kualitasnya dsb, maka hal ini
bila tidak terungkap akan menyebabkan laporan laba – rugi tidak atau kurang
informative. Karena adanya kerugian-kerugian yang seharusnya diperlukan sebagai
kerugian extraordinary item, kemudian dengan perhitungan stock opname secara
berkala tidaklah cukup sebagai dasar pembuatan keputusan yang bersifat
manajerial secara cepat.
b. Metode
perpetual
Dalam metode perpetual ini terdapat kelemahan pada saat menentukan nilai dan
jumlah barang, karena dengan metode pencatatan yang kontinyu ini berarti saldo
persediaan setiap saat dapat diketahui, namun perlu diperhatikan bahwa dengan
hanya menghitung jumlah barang bedasarkan catatan akan mengakibatkan nilai
persediaan overstatement, karena adanya persediaan yang rusak dsb. Oleh karena
itu yang lebih tepat dalam menentukan jumlah inventory adalah kalau menggunakan
metode gabungan antara metode perpetual dengan stock opname.
c.
Metode agregatif
Dalam metode ini kesulitannya sama dengan kesulitan yang dialami metode
perpetual, kalau dalam hal pembahasannya adalah masalah penentuan harga
persediaan. Dalam metode ini juga lebih tepat kalau penentuan jumlah dan nilai
persediaan dikombinasi dengan stock opname.
E. Dasar penilaian persediaan
Penilaian persediaan pada prinsipnya ada dua yaitu input values dan output
values, sedangkan kedua konsep tersebut dapat digunakan sesuai dengan siapa
pemakainya dan tujuannya. Kalau untuk pembuatan prediksi arus kas dikemudian
hari lebih relevan kalau digunakan output values, karena akan mencerminkan
nilai perusahaan pada saat itu. Sedangkan kalau kondisi nilai konversi tidak
pasti seperti kondisi di Indonesia tahun 1997 lebih relevan kalau digunakan
input values, karena akan memungkinkan interpretasi yang lebih baik sebagai
prediksi arus kas dikemudian hari untuk memperoleh persediaan kembali.
a. Output values
Seperti yang telah diuraikan diatas bahwa persediaan merupakan komponen yang
timbul diberbagai tingkatan proses produksi, yang pada umumnya memerlukan
kegiatan bernilai ekonomis yang cukup besar, maka dengan metode input values
lebih tepat. Tetapi dalam keadaan penentuan crucial event, yaitu menentukan
pada saat persediaan diserahkan kepada langganan (penentuan nilai jual), maka
lebih tepat kalau digunakan metode output values, karena memperhitungkan nilai
current persediaan kalau dijual pada saat itu.
Untuk
konsep output values ini ada 3 (tiga) konsep yang dapat digunakan yaitu:
Konsep
Discounted Money Receipt: konsep
ini menekankan pada, bahwa persediaan dapat dinilai dengan mendiskontokan arus
kas dikemudian hari, dengan syarat:
- Nilai atau tingkat harga stabil
dan ada kepastian yang tinggi.
- Timing penerimaan kas yang
diharapkan cukup memberikan kepastian.
Current
Selling Price: konsep ini menekankan nilai
persediaan berdasarkan harga jual (pasar) sehingga diperlukan harga yang fixed,
sehingga untuk konsep ini disyaratkan:
- Adanya suatu pasar yang
terkendali dengan harga yang stabil – tetap.
- Tidak ada komponen biaya
tambahan yang besar (material), misalnya biaya bunga atau diskonto dalam
penerimaan hasil penjualan.
Net
Realizable Values: dalam konsep ini perhitungan biaya
yang timbul dari penjualan seperti diskon penjualan harus diperhitungkan dalam
nilai penjualan bersih (Net Realizable Values). Maka konsep ini merupakan
konsep current output values dikurangi dengan current values dari semua biaya
tambahan, misalnya biaya penagihan, biaya penjualan.
Sprouse
dan Moonitz menyatakan: “……..Inventory yang siap jual dengan harga yang telah
diketahui dan biaya-biaya penjualan yang relative kecil atau biayanya dapat
diketahui secara langsung, maka inventory dinilai dengan Net Realizable
Values”, mereka menyatakan bahwa konsep ini bukan merupakan penyimpangan
prosedur penilaian yang lazim melainkan harus dianggap “…….sejalan dengan
tujuan akuntansi yang utama”.
Bulletin
no. 43 menyatakan : “Hanya dalam kondisi khususlah, inventory dapat dinyatakan
dengan nilai diatas cost”, dalam bulletin ini konsep cost merupakan konsep
dasar utama bagi penilaian inventory. Jadi konsep Sprouse dan Moonitz sesuai
dengan konsep current selling price diatas. Sedangkan konsep bulletin no. 43
disyaratkan :
- Kemungkinan pemasaran secara
langsung harga yang di-quote.
- Barang dapat dipertukarkan
(interchangeability of unit)
- Biaya tambahan dapat
diperhitungkan
- Adanya unsur kesulitan
menentukan penilaian cost secara tepat.
b. Input Values
Pengukuran persediaan dengan input values merupakan pengukuran resources yang
dipakai untuk memperoleh persediaan pada kondisi saat ini, sehingga untuk
persediaan yang tidak perlu adanya proses produksi interpretasi mengenai nilai
persediaan (input values) sangat jelas. Karena input values disini
menggambarkan arus dari pada kas yang telah dikeluarkan sesungguhnya. Sedangkan
kalau input values tersebut dari nilai resources yang dipergunakan dalam proses
produksi, hal ini akan lebih menyulitkan untuk menentukan input valuesnya,
karena adanya proses penilaian resources ke periode yang bersangkutan dan
pengalokasian resources ke dalam masing-masing departemen. Namun konsep ini
dapat dikurangi tingkat kesulitan penilaiannya dengan penerapan prosedur
alokasi costnya, yang hasilnya akan langsung menjadi investment decision model.
Dengan
struktur akuntansi tradisional, selisih input dan output values merupakan gross
profit atau gross margin, sehingga semua metode yang menganut konsep input values
berarti adanya penangguhan pengakuan revenues dan net income keperiode
kemudian. Penundaan ini dapat dibenarkan apabila masih ada kegiatan-kegiatan
perusahaan yang harus dilakukan untuk pelaksanaan penjualan atau karena output
tidak verifiable.
Konsep input values pada dasarnya dinyatakan dengan historical cost atau dapat
juga dengan current cost atau standard cost. Current cost disini menggunakan
konsep net realizable values dikurangi dengan normal gross margin dari net
realizable values.
COMWIL:
merupakan metode penilaian masukan karena istilah “market” pada dasarnya adalah
konsep input values.